Workshop Series Critical Thinking : “Menjadi Guru yang Berpikir Kritis”


Critical thinking atau berpikir kritis bukanlah “Berpikir Kritik”. Apakah yang dimaksud dengan berpikir kritis? Hal ini dipaparkan lebih jauh dan mendalam oleh narasumber yang sangat luar biasa dari Tim Cogito Academi, yaitu oleh Prof. Dr. Paulus Wirutomo, M.Sc dan Dr. Endang Moerdopo, M.Si

Rabu, 15 Desember 2021, Guru dan Karyawan SMA 2 – SMK 1 Fransiskus Jakarta belajar Critical Thinking dari sudut pandang Richard Paul (1937-2015) dari buku “Critical Thinking Giant” yang memiliki poin khusus :

  1. Untuk mampu berpikir kritis, kita tidak harus “Pandai”
  2. Yang lebih penting adalah “Bagaimana kita mau dan mampu belajar kritis terhadap pikiran kita sendiri”
  3. Pikiran kita sendiri harus jadi prioritas kita untuk dikritisi, dipelihara, diperiksa.

Apa sih yang dimaksud “Berpikir”? Cogito Ergo Sum memiliki arti “Saya berpikir, karena itu saya ada”

Seorang manusia bukanlah manusia yang “sebenarnya” bila dia tidak memiliki “kesadaran” atau kemampuan berpikir.

Pikiran meruakan nsur terpenting dari eksistensi manusia. Mampu berpikir saja, itu tidaklah cukup. Tapi pikiran itu harus pikiran yang berkualitas. Apa jadinya bila kita hidup ditengah masyarakat yang tidak memiliki pikiran yang berkualitas? Pikiran yang tidak berkualitas akan membuat lingkungan sekitar kita tidak nyaman, bahkan, mungkin kita sendiri juga tidak nyaman berada dalam lingkungan tersebut.

Pandangan umum yang berlaku :

  1. Banyak orang mengartikan berpikir kritis sebagai keterampilan atau kemampuan mengkritik orang lain atau bagian lain diluar dirinya sendiri.
  2. Dengan kita memiliki banyak pengetahuan, kita bisa mengkritik orang lain atau bagian lain diluar dirinya sendiri.

Hal tersebut ternyata bukanlah berpikir kritis. “Take your thinking apart”. Keluarkan pikiranmu dan periksalah. Dengan cara apa?

  1. Introspeksi (evaluasi diri). Kapankah saat yang tepat untuk introspeksi diri? Kapan saja bisa dilakukan. Bisa malam hari, malam tahun baru, ulang tahun, setelah mengatasi masalah, dll. Kembali kepada individu masing-masing.
  2. Thinking of your thinking (Berpikir tentang pikiran kita sendiri)

While you are thinking (Pada saat kita berpikir)

To get a better thinking (Supaya kita mendapat suatu pikiran yang lebih baik)

Jadi, kita harus koreksi dulu pikiran kita sebelum pikiran itu terlanjur dilontarkan keluar.

Richard Paul membagi pikiran menjadi 2 kelompok, yaitu: Green Thinking dan Red Thinking.

Tepat pukul 12.00 WIB workshop berhenti dengan makan siang bersama. Setelah istirahat makan siang, sessi selanjutnya adalah tanya jawab para guru dan karyawan SMA 2 – SMK 1 Fransiskus kepada narasumber.

Dari banyaknya pertanyaan, kesimpulan dari jawaban narasumber adalah :

  1. Tidak selamanya Green Thinking bersifat salah dan tidak selamanya Red Thinking menjadi benar.
  2. Bagaimana seseorang bisa sampai dalam level Red Thinking? Caranya adalah dengan latihan secara terus menerus.
  3. Era digital sekarang ini banyak didominasi oleh kekuatan media sosial. Pandai dan bijaklah dalam menanggapi informasi dan memberikan informasi dalam media sosial
  4. Cara pandang dan pikiran kita banyak juga dipengaruhi oleh pemikiran lingkungan atau pikiran kelompok. Maka diperlukan “Intellectual Autonomy” atau Berpikir bebas. Kita tetap harus mampu berpikir jernih mendengar hati Nurani yang tidak dipengaruhi oleh pemikiran lingkungan atau pemikiran kelompok.

Dengan demikian, seluruh rangkaian kegiatan workshop series kali ini berjalan dengan lancar dan sangat menarik. Mari bersama-sama kita tunggu kelanjutan dari workshop ini. Tuhan memberkati kita semua.

Kontributor: I Gusti Ayu Ribka, S.Pd

Slideshow foto-foto:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twenty − ten =