Guru Adalah Panggilan Hidup dan Penggerak Indonesia Maju

Tanggal 25-27 November 2019 Para Patriot kebangkitan masa keemasan Yayasan Pendidikan Santo Fransiskus memasuki gua pertapaannya untuk menimba ilmu dari Sang Mahaguru Tuhan Pencipta langit dan Bumi di Puncak Bogor tepatnya di Hotel Casa Monte Rosa. Seperti Musa yang dipanggil Allah di Gunung Sinai dan Elia di Gunung Horeb, demikianlah Para Patriot Bangsa yakni guru-guru dan tenaga pendidik Sekolah Fransiskus juga dipanggil oleh Allah Guru Kehidupan di Puncak Gunung. Tiga hari yang menggembirakan menerima kabar sukacita dari dua nara sumber utama yakni Prof. Dr Martin Harun, OFM dan Pater Mateus Batubara, OFM. Prof Martin Harun berhasil membuka cakrawala kesadaran para pendidik sekolah sebagai Individu yang dipilih Allah menjadi partner kerja-Nya lewat profesinya dengan cara terus menerus menjalin relasi dengan Allah untuk sampai kepada tahap kekudusan. Pengajaran dari Pater Martin Harun memelekkan mata dalam rasa penuh syukur bahwa mereka terpanggil untuk mengembangkan diri mereka menjadi lebih sempurna seturut panggilannya dalam profesi kerjanya, yakni Guru mencapai keguruannya, pramubakti menggapai kepramubaktiannya, security menjadi ideal dalam kesecurityannya, Petugas masak jadi sempurna pada kejurumasakannya, dan tenaga administrasi utuh dalam ketatausahannya. “Para Patriot Bangsa ini terpanggil dan terpilih sebab mereka adalah sungguh maha karya atau master piece dari Allah dan akan menjadi sempurna dalam panggilan sejauh mampu menghayati dan memaknainya dalam relasi dirinya dengan Allah ”, ujar Pater Mateus, OFM.

Kata-demi kata yang terlontar dari narasumber menyalakan api semangat dari para patriot bangsa ini sehingga mengalahkan dinginnya udara puncak gunung, apalagi ditambah mendengar sharing berupa rekaman video dari para pendahulu yang sudah pensiun dan pernah berkarya di masa kejayaan sekolah Fransiskus. Mereka berkata, “meskipun honor kami tidak besar, Kami sangat bahagia menjadi guru Fransiskus, rasa penat, keringat, dan urat syaraf yang tegang terasa tak sia-sia, kebahagiaan itu muncul kemudian ketika kami menyaksikan dan mendengar kabar keberhasilan dari siswa-siswi yang pernah kami didik”. Hal ini makin memperteguh bahwa menjadi guru itu merupakan panggilan dan sungguh nyata profesi yang bercitarasa kepahlawanan. Selanjutnya gairah keguruan dan ketenagapendidikan menjadi lebih menyala tatkala  sisi kebaikan, postifistik, dan potentia dari mereka itu lebih disoroti dan diangkat lewat contoh guru-guru berprestasi ada Ibu Tuty, Sr. Mariana AK, Pak Paul, dan Ibu Mian. Itu hanyalah contoh, sebab masih banyak guru-guru yang beprestasi tapi tak terekam oleh mata manusia yang terbatas.

Pater Mateus sekaligus Bapak dari para guru dan tenaga pendidik ini mencurahkan rasa sayangnya kepada anak-anaknya dengan memberikan bekal yang sangat enak dan lezat dalam kemasan yang bagus untuk dinikmati oleh jiwa-jiwa para patriot bangsa ini sebelum turun gunung menuju Jakarta. Bekal yang diberikan tertata secara bagus hingga memunculkan rasa haru, gembira, dan isak tangis bahagia bagi jiwa-jiwa yang menyantapnya. Bapak yang baik hati ini mengetahui kegalauan dan kegelisahan anak-anaknya, sungguh dia tak melihat sisi kerapuhan dan kelemahan dari anak-anaknya dan menyarankan untuk saling menghargai, menghormati, dan bekerjasama, hal ini terungkap dalam pernyataannya, “Hendaklah kita menjadikan tempat kerja kita sebagai Learning School (Sekolah Pembelajaran) bahwa kita semua para guru mempunyai potensi keunggulan masing-masing yang saling melengkapi untuk saling belajar satu sama, mari kita peka mau mendengarkan suara pelanggan kita, suara ibu-ibu yang menunggu anaknya dan suara anak-anak didik kita dengan demikian kita bisa menjadi guru yang hebat, Sebab The good teacher is only explains, The superior teacher demonstrates, But The Great Teachers are inspires”. Lalu sang Pater menambahkan, “Tidak ada anak yang bodoh sebab kita tahu anak-anak murid kita itu ialah master piece dari Allah yang diberikan kepada kita untuk kita bawa menuju keselamatan meskipun dia autis, nakal, atau jelek itulah pemberian Allah bagi kita. Maka berikanlah apresiasi kepada anak-anak kita sebagaimana aku mengapresiasi dan menyayangi kamu”

Rasa haru biru makin menemukan titik puncaknya lewat apresiasi dari Ketua Yayasan yang membuat banyak guru menitikkan air mata bahagia, sukacita dan rasa syukurnya. Walaupun apresiasi yang diberikan itu angkanya kecil berupa selembar kertas dan sebungkus kado saja tapi nilai rasanya menyentuh seluruh jiwa dan hati yang terdalam sehingga mata jadi berkaca-kaca menahan air mata yang mau jatuh berlinang. Mereka sungguh bahagia dan terkejut pengabdian mereka memperoleh perhatian dari sang ayah, tak disangka kerja keras, pengorbanan, dan kesetiaan selama 15 tahun dan 25 tahun membuahkan rasa cinta macam ini, mereka itu adalah Mbak Titik, Br. Triyono, Pak Theo, dan Ibu Ida rahayu. Juga rasa syukur dan penuh haru ini dialami oleh mereka yang ternobatkan sebagai guru terfavorit ada Ibu Elly, Pak Thomas, Ibu Isabella, Pak Paul, Rm. Andry, Ibu Ida Ayu, dan Ibu Endang, Pramubakti terfavorit Pak Irwanta, dan security terfavorit Pak Zaelani. Dalam diri semua guru berkata, kegembiraan dan kehangatan kasih tiga hari ini terasa terlalu singkat. Terimakasih Fransiskus berkatmu kami merasa berharga, tak dipandang rendah, tidak dicecar, tidak dihina, dan tidak dibuang. Tuhan memberkati…

Video Perayaan Hari Guru Ke-74 Yayasan Santo Fransiskus:

https://www.facebook.com/yayasanfransiskus/videos/2434391960106714/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 × two =